Potret Tua dan Refleksi Perjalanan

Seperti puisi “Tapak Sepatu”, puisi “Potret Tua, ini juga puisi lama yang saya kumpulkan dalam bundel puisi “Perjalanan: Sajak-sajak Mustafa Ismail 1990-1992”. Ini semacam refleksi terhadap perjalanan hidup. Kadang kita tidak menyadari tiba-tiba kita sudah berada di sebuah titik, halte, atau persinggahan. Nah, di situlah tak jarang memutar kembali “film” perjalanan kita.

Ada kalanya, kita mpun menjadi sentimentil: ingin kisah-kisah itu terulang kembali, lain saat kita menjadi religius membayangkan betapa maut akan datang — yang mungkin sangat dekat, dekat, agak jauh, bahkan mungkin teramat jauh. Tapi, kita tidak boleh kehilangan kendali terhadap diri sendiri sehingga terperosok dalam kenistaan.

Saya — mungkin juga kita semua — sering mendengar kata-kata ustad di mimbar-mimbar: ibadahlah kamu seakan-akan maut akan menjemputmu sebentar lagi. Dan bekerjalah kamu seolah-olah kamu akan hidup seribu tahun lagi. Maknanya jelas: totalitas dalam penyerahan diri kepada Tuhan dan totalitas ketika bekerja. Jangan banyak melakukan hal sia-sia.

Saya lupa, puisi ini pernah dimuat koran mana, nanti saya coba periksa lagi. Yang jelas, sebagian dari puisi-puisi itu memang pernah diterbitkan di media cetak. Baiklah, kita simak saya puisi berikut ini:

POTRET TUA

kucoba mundur beberapa langkah kecil
mengutip kembali buku-buku tua yang berserak
dan tertimbun semak-semak. kata demi kata
kubaca. dan betapa aku merindukan kembali
kata-kata itu, cerita kanak-kanakku! kemudian
satu persatu akan kuterjemahkan dalam sebuah
puisi. barangkali akan menjadi bacaan istimewa
di senggang waktu. sebelum surat panggilan-Nya
sampai di tanganku.

bna,
feb 1990.

MUSTAFA ISMAIL | IG: MOESISMAIL | @MUSISMAIL | MUSISMAIL.COM

Tags :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: