esai

Hoax (1): Kisah Penyair Pembuat Hoax

Kini kata “hoax” sangat populer. Hoax berseliweran, terutama di media sosial. Facebook, menurut riset DailySocial.id yang dipublikasikan pada September 2019, paling banyak digunakan untuk mendistribusikan hoax (sekitar 82 persen). Posisi selanjutnya diduduki WhatsApp (57 persen) dan Instagram (29 persen). Penelitian itu juga menyebutkan 72 persen responden cenderung membagikan informasi yang mereka anggap penting tanpa memverikasi. Hanya sekitar 55 persen yang memverifikasi akurasi informasi tersebut.

Hoax lahir untuk menyingkirkan, bahkan memutarbalikkan fakta. Celakanya, sebagian masyarakat belum bisa membedakan mana hoax dan mana bukan. Sehingga ketika berhadapan dengan sebuah informasi, tanpa memverifikasinya mereka langsung membagi kepada orang lain lewat media sosial maupun pesan pribadi. Nah, celakanya, menurut sebuah riset di Amerika Serikat, orang berpendidikan tinggi paling banyak menyebarkan haox. Boleh jadi ini terkait dengan kepentingan atau ideologi politiknya.

Dan ternyata, pembuat hoax pertama di dunia, menurut data buku “Museum Hoaxes” karya Alexander Boose, adalah Isaac Bickerstaff alias Jonathan Swift, pada 1709. Penyair asal Irlandia itu meramalkan kematian astrolog John Partridge, sebagai upaya untuk merebut pengaruh di tengah publik Britania Raya. Demi meyakinkan publik, ia membuat sebuah obituari palsu (hoax) pada tanggal ramalannya itu.

Dulu, susah untuk memverikasi sebuah informasi. Namun, di zaman digital ini, hal tersebut sangat mudah. Tinggal buka google dan ketikkan kata kunci informasi yang ingin dicek. Jika ada perbedaan antara satu dengan yang lainnya patut diduga informasi itu sudah bercampur dengan hoax. Langkah selanjutnya adalah menelusuri informasi mana yang paling benar dengan mengurutkan sumber informasi itu sampai ke asalnya.

Proses ini membutuhkan waktu. Tapi, tidak bisa tidak, pengecekan harus dilalukan sebelum kita memutuskan untuk membagi atau tidak informasi tersebut kepada pihak lain. Jangan sampai kita menjadi bagian dari orang yang menyebarkan hoax. Sebab hoax adalah proses penipuan secara sistematis demi kepentingan tertentu. Apalagi dalam kondisi politik yang menghangat menjelanh pemilu pemilihan presiden ini.

Hoax diproduksi secara terencana. Ia bukan berangkat dari ketidaktahuan. Hoax dimaksudnya sebagai medium untuk mempengaruhi persepsi publik untuk percaya atau memihak pada kondisi tertentu atau kelompok tertentu. Sebagian hoax menyesatkan informasi untuk mengalihkan perhatian pada satu kelompok, tanpa mendiskreditkan kelompok lain. Namun tidak jarang pula hoax menarik perhatian orang pada kelompok tertentu sekaligus mendiskreditkan kelompok lain.

>>>>BERSAMBUNG……

MUSTAFA ISMAIL | MUSISMAIL.COM | IG: MOESISMAIL | MUSISMAIL

==

>Foto 1 & 2: Pixabay | Foto 3: Google

Tags :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: