cangpanah

Obrolan Rahasia, dari Estetika Hingga Penyair Penggembira

Ada banyak soal yang menjadi topik bahasan dalam #NgopiSastraRahasia di Griya Litera, Pamulang, Tangerang Selatan, Senin malam, 24 Desember 2018 hingga Selasa dini hari, 25 Desember 2018. Mulai dari soal estetika hingga para pemyair penggembira pada berbagai acara sastra. “Jika tidak ada mereka, acara sastra akan sepi,” kata Ahmadun Yosi Herfanda, tuan rumah diskusi kecil itu.

Soal ini menjadi obrolan mengingat betapa banyak kegiatan sastra pada tahun 2018. Sebagian peserta adalah para penulis puisi yang karyanya tak pernah terpublikasi di media massa. Mengapa media massa itu pemting dan menjadi tolok ukur? “Media masih dipercaya memiliki sistem seleksi. Lepas dari segala kekurangannya, karya yang dimuat di media sudah melalui seleksi itu,” kata saya.

Sementara seleksi yang dilakukan oleh kurator banyak acara sastra sangat longgar. Ahmadun mengamini hal itu. “Jika tidak dilonggarkan kuota tidak terpenuhi,” katanya. Nah, sistem kurasi semacam itulah — saya menambahkan — yang merusak pertumbuhan sastra. Sebab, karya tak bagus karena kebutuhan mengejar kuantitas tertentu akhirnya lolos. Sehingga para penulis tersebut merasa puisinya bagus dan sudah mulai gede rasa. Padahal karyanya lolos bukan karena bagus, tapi karena kebutuhan kuota dan sesuai tema yang ditetapkan panitia.

Ini menjadi persoalan krusial di sejumlah festival sastra. “Festival-festival itu lebih berorientasi kuantitas, ketimbang kualitas,” ujar saya lagi. Ahmadun kemudian menambahkan: “Celakanya kita pun ikut-ikutan bikin puisi jelek dan tidak sesuai dengan ideologi estitika kita. Misalnya ada yang memilih fokus menulis puisi relegi, tapi karena demi menghormati panitia festival sastra jadi menulis puisi sesuai tema acara.”

Bahkan, sesungguhnya ini ironi. “Satu sisi menolak puisi pesanan dengan bayaran tertentu, tapi pada saat lain menulis puisi pesanan secara gratisan,” ujar Ahmadun lagi. Ketika malam Senin berganti Selasa, jelang ujung pertemuan, kami bersepakat untuk menolak menulis puisi pesanan — apa pun bentuknya — karena tidak sesuai dengan sikap estetis masing-masing. “Saya sudah memulainya,” kata Ahmadun lagi. Tapi, ia menambahkan, kadang tak kuasa menolak ketika panitia acara adalah teman baik kita. “Saya pun begitu,” tutur saya. “Tapi sedapat mungkin saya kini menghindari puisi pesanan semacam itu.”

Soal ini hanya salah satu bahan yang dibahas. Beberapa obrolan lain, yang berkategori rahasia tidak mungkin saya tulis di sini. Namanya rahasia masa mau diumumkan. Yang jelas, obrolan malam itu sangat produktif. Yang hadir cuma berenam. Selain saya dan mas Ahmadun, ada Zaenal Radar T (cerpenis dan penulis banyak skenario, seperti Emak Naik Haji, Tendangan Si Madun, dll), penyair Iman Sembada, esais dan cerpenis Mahrus Prihany serta penulis Hadi Sastra.

Salah satu rekomendasi penting dari pertemuan malam itu adalah mengadakan acara #NgopiSastraAkhirTahun di Pamulang, Tangerang Selatan, Senin, 31 Desember 2018. Temanya: Bertahun Baru dengan Cara yang Lucu”. Diduga kuat acara ini bakal sangat seru. Tunggu pengumuman berikutnya.

Depok, 25 Desember 2018
MUSTAFA ISMAIL | IG: MOESISMAIL | MUSISMAIL

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: