puisi

Puisi tentang Pengungsi Rohingya

Tahun lalu, kawan-kawan di Ruang Sastra menggagas untuk membuat buku puisi tentang tragedi kekerasan di Myanmar, yang membuat banyak warga Rohingya harus mengungsi ke luar dari negeri itu. Buku itu menghimpun karya para penyair dari seluruh Indonesia. Selain itu, berbagai buku terbit sebagai tanda simpati untuk pengungsi Rohingya. Selain yang digagas oleh Ruang Sastra, ada pula buku bertema lebih luas yakni perdamaian, yang diterbitkan untuk sebuah acara sastra berlevel Asia Tenggara di Banten, yakni Pertemuan Penyair Nusantara. Nah untuk kegiatan tersebut saya menyertakan puisi berikut ini.

Mustafa Ismail

SUU KYI

kau tentu masih ingat: senapan yang moncongnya
bersitatap dengan matamu, seperti berebut mana yang lebih tajam
dan berbisa, mana yang lebih binasa

“aku adalah ibu yang rindu pulang merawat anak-anak
yang kakinya telanjang – di kamp-kamp pengungsian dan kota-kota,
ruang-ruang yang terbakar oleh matamu yang jalang!”

seluruh jagad raya mengirim ababilnya untuk meruntuhkan
tembok dan jeruji penjara karena kau rindu dapur:
betapa lezatnya laphet thohk, nga htamin, atau mohinga *

dan di depan gerbang rumahmu, kala itu,
kau menabuh hsaing waing ** sampai langit bergetar:
menasbihkan bumi yang bebas dari luka dan keperihan

kau menjadi merpati putih dengan bulu-bulu lembut
turun dalam mimpi anak-anak yang terpuruk di tanahnya,
di langit yang terus digelayut kabut

tapi suu kyi, kini, merpati itu menjelma elang yang memangsa
anak-anaknya sendiri, meredupkan cahaya di langit biru,
dan dada menjadi begitu membatu

kau tak mungkin tak tahu: senapan yang moncongnya
menggonggong di rakhine, sambil membayangkan wajahmu
yang teduh dan ayu, menghanguskan jejak-jejak mereka

Jakarta, 26 Oktober 2017

*) makanan khas Myanmar
**) musik ansambel tradisional Myanmar yang menggunakan sejumlah gong dan drum serta berbagai alat musik lainnya.

MUSTAFA ISMAIL lahir di Aceh pada 1971. Ia hijrah ke Jakarta pada 1996 ketika mengikuti Mimbar Penyair Abad 21. Buku puisinya “Tarian Cermin” (2007 & 2012), “Menggambar Pengantin” (2013 & 2014) dan “Tuhan, Kunang-kunang & 45 Kesunyian” (Agustus 2016). Buku cerpen tunggalnya “Cermin” (2009). Sebagian puisinya yang lain tersebar di berbagai buku antologi puisi bersama dan didokumentasikan di blognya musismail.com dan sesekali diposting di akun twitternya @musismail.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: