Bajingan
Saya hampir tidak pernah menggunakan kata-kata kasar, apalagi kata “bajingan”, meskipun saya sangat marah. Tapi kali ini saya ingin sekali berteriak dan mengucapkan kata: Bajingan!
Jika ditempatkan secara benar, bagi penyair yang terampil berbahasa — bukan orang yang mengaku-aku penyair dan hidup dalam tempurung, apalagi “begundal kesenian” — sesungguhnya kata “bajingan” itu puitis.
Contohnya, puisi “Doa Seorang Bajingan” karya Joko Pinurbo. Puisi ini sangat asyik. Mari kita kutip salah satu bagiannya:
>…..
>Bajingan mulai kesepian. Ia takut melihat bayangan
>yang bergoyang-goyang di dasar kolam
>…..
Puisi ini makin menguatkan bahwa sesungguhnya bajingan adalah seorang pengecut. Pada akhirnya — seperti kata pepatah “sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga” — bajingan akan terperosok jurang.
Tuhan tidak pernah tidur. Percayalah!
Jadi kita tidak perlu takut pada bajingan. Meski bajingan banyak bersilweran di sekeliling kita, kadang dengan baju-bajunya bagus dan tutur kata yang halus, sopan, dan berpendidikan.
Baju dan bulu mereka macam-macam. Ada yang berbaju seniman, ada yang berbulu sastrawan, ada yang berbulu kalangan terpelajar (mahasiswa, guru, dosen, dll), orang alim, dan seterusnya.
Memang kita harus pintar-pintar menilai. Jangan cepat tergoda dengan pilihan kata, gaya bicara, apalagi penampilan. Jika tidak pintar memilih teman, kita akan ditikam dari belakang.
Bajingan!
DEPOK, 20 Juli 2018
MUSTAFA Ismail