Bengkulu yang Manis
Puisi ini saya bacakan di pentas terakhir Festival Sastra Bengkulu di perkebunan teh di Kebawetan, Kepahiyang, Minggu, 15 Juli 2018. Festival Sastra Bengkulu berlangsung pada 13-15 Juli 2018. Kegiatan disebar di sejumlah tempat. Pembukaan acara oleh PLT Gubernur Bengkulu di Pendopo Gubernur, Jumat malam, 13 Juli 2018.
Esoknya acara berpindah ke Gedung Serbaguna Pemprov Bengkulu, yakni peluncuran buku puisi penyair Asia Tenggara, Jejak Cinta di Bumi Raflesia, baca puisi dan seminar sastra. Seminar sastra menghadirkan pembicara Ahmadun Yosi Herfanda, FX Rudi Gunawan dan Sutardji Calzoum Bachri. Sabtu malam, masih di Gedung Serbaguna diadakan Malam Sastra yakni pembacaan puisi oleh para sastrawan dalam dan luar negeri.
Minggu pagi kami bertolak ke Kepahiyang, kawasan puncak di Bengkulu, dengan hamparan kebun teh dan hawa sejuk. Sebelum pentas di sana, saya (SC/kurator Festival) dan Willy Ana (Ketua Umum Panitia Festival Sastra Bengkulu) sudah bertemu Bupati Kepahiyang Hidayatullah Sjahid untuk menyampaikan maksud bahwa sastrawa akan berwisata budaya ke sana.
Kami berangkat menggunakan mobil rental dari Bengkulu sekitar pukul 07.00 malam pada Rabu, 11 Juli. Sebelumnya kami sudah saling berkontak dengan Bang Emong Soewandi, sastrawan dan seniman teater yang tinggal di kota dingin itu. Kami diperkenalkan dengan Bapak Edi Subagya, Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kepahiyang. Maka, sekitar pukul 21.30, kami pun tiba di Kepahiyang.
Pak Edi bersama istrinya menunggu di sebuah warung mie Aceh di Kota Kepahiyang. Nah, ini bikin saya kaget. Soal ini lain kali saya ceritakan. Singkat cerita, kami diajak menginap di rumah Pak Edi. Sebelum pulang, Pak Edi dan nyonya membeli duren, dan kami pun pesta duren malam itu. Kamis pagi, ya pagi-pagi sekali, kami berangkat ke kantor Pak Edi, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Kami bertemu Kepala Dinas, yang mengarahkan Pak Edi untuk menemani kami menemui Bupati bersama pejabat dari Dinas Parawisata, Pemuda dan Olahraga.
Dari kantor Dikbud, kami ke Dispora, baru meluncur ke kediaman Bupati Hidayat. Menunggu sebentar, Pak Bupati pun menyambut kami dengan hangat. Pak Bupati sangat mengapresiasi acara inu. Selepas mengobrol soal acara, obrolan beralih soal lain. Ternyata Pak Bupati pernah menjadi Kepala Dinas Kehutanan Aceh. “Pak Irwandi Yusuf (Gubernur Aceh) itu dulu staf saya,” kata Bupati Hidayat.
Dan ternyata, Iwan Kurniawan (SC/kurator FSB lainnya) juga kenal dengan Bupati. Pak Bupati adalah atasan orang tua Iwank di Dinas Kehutanan Bengkulu. “Tadi malam Iwan juga mengirim pesan WA kepada saya,” kata Pak Hidayat. Di luar itu, Sang Bupati adalah kerabat dekat sastrawan Emong Soewandi. Menurut Emong, bupati sangat peduli pada kesenian dan kebudayaan. Maka itu kami tidak heran Bupati sangat antusias merespon Festival Sastra Bengkulu, yang salah satu sesi acara mengambil lokasi di wilayahnya.
Bahkan sambutan Bupati Kepahiyang dan jajaran dinas terkait (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Dinas Parawisata, Pemuda dan Olahraga) sangat luar biasa. Mereka membuat tertatak khusus di sebuah lapangan di antara hamparan kebun teh, lengkap dengan kelompok musik setempat yang dipimpin oleh Pak Camat Kepahiyang (yang ternyata pemusik) dan pertunjukan musik dol yang digarap Edi Subagya dan kawan-kawan, plus jamuan makan siang dari Pak Bupati.
Yang tak kalah mengejutkan, Pak Bupati pun membaca puisi dalam acara tersebut. Tak mau kalah dengan Bupati, saya pun membaca puisi di sana. Inilah puisinya.
BENGKULU YANG MANIS
Bengkulu yang manis
aku datang dari jauh
dari balik bukit sebuah pulau
nun di kaki Seulawah
aku datang dengan rencong
yang telah kusarungkan sebagai
cederamata bagimu saudaraku
satu darah, satu moyang:
para pelaut, pedagang dan pesiar dari negeri-negeri jauh dan singgah untuk berniaga, melancong dan berdakwah di pulau ini
lalu lahirlah kita — orang Sumatera.
Bengkulu yang manis
aku tak pernah membayangkan
bakal datang ke Pantai Panjang
menikmati ombak yang tenang
menggigil di sejuknya kebawetan
berpuisi di pucuk-pucuk teh
dengan daun-daun yang hijau
di puncak Kepahiyang.
aku menikmati tetabuhan dol
dan atraksi muda-mudi kepahiyang
yang elok nian menyanyikan dan menarikan masa depan
Bengkulu yang manis
aku datang dari ujung pulau,
pulau ini juga, yang kaya rempah
dan sejarah, terharu di ujung senja:
sambil membayangkan
sebuah negeri yang berbukit-bukit
dengan pantai yang teduh
dan udara yang sedingin es
kita bermain-main dengan kenangan:
sukarno yang bergitar di beranda
sambil menyanyi untuk fatmawati
tentang Republik yang merdeka
aku menapaki tangga dan ruang-ruang malborogh mencari kenangan yang lain: keperkesaan orang-orang bengkulen.
Ketika lelah, kita menghabiskan sore di Danau Dendam Tak Sudah
menikmati angsa-angsa dan burung-burung yang pulang ke sarang.
Dan di Curup, kita boleh sepuasnya memadang matahari yang terbit atau terbenam — di puncak Bukit Kaba
sambil mencium aroma pucuk-pucuk teh dan bunga kopi
Jangan lupa pula ke Manna, tempat raflesia pertama kali ditemukan
oleh seorang dokter dari Inggris yang begitu mencintai alam — Joseph Arnold — pada 1818.
Bengkulu yang manis
Aku ingin berkisah banyak tentangmu — bidadari cantik yang
tiap pagi bermandi cahaya di tepi kali di sebuah lembah yang adem.
mari terus tersenyum, duhai manis
bersama matahari yang tak
pernah terbenam
sambil merancang anak-anak tangga pendakian.
Kepahiyang, 15 Juli 2018
Mustafa Ismail