Sajak-sajak Tentang Hujan
Mustafa Ismail
JAKARTA HUJAN
biarkan jemuran bermain hujan
janganlah kau mengkhawatirkan
kesehatannya secara berlebihan.
TARIAN HUJAN
aku ingin melihat kau
menari-nari dalam hujan
sampai mabuk
sampai suntuk
sampai kampung-kampung terlelap
sampai kau dan aku terdiam.
KENANGAN HUJAN
hujan kembali mengucur
menari di atas rambutmu
mengirim kenangan dari masa lalu,
dari kensunyian yang sangat
MIMPI HUJAN
hujan telah reda
tapi wajahmu masih basah
matamu masih merah
setelah anak-anakmu rebah
dalam mimpi semalam.
KOTA HUJAN
apakah di kotamu hujan
mengalirkan airmatamu ke sungai
bikin mimpimu jadi basah
malam rekah.
Depok- Jakarta, 2012-2014
KERETA DI KULKAS
Bagaimana cara memasukkan kereta ke dalam botol?
Aku ingin membawanya ke rumah dan menyimpannya di kulkas
Aku suka haus tiap tengah malam
Dan selalu hanya menemukan lengking kegelapan
Seperti kereta yang kebingungan
Serpong, 15 September 2014
PULANG
mereka sedang menempuh cinta masing-masing.
kita adalah pendaki yang selalu kemalaman.
Jakarta, 5 September 2014
RENGGALI
aku belum sempat menyibak akar-akarmu
juga memastikan apakah bongkahan batu itu
masih di sana
setelah malam-malam paling gelap itu lewat
Takengon, 27 Agustus 2014
Mustafa Ismail, kelahiran Aceh pada 1971, bekerja sebagai jurnalis di Jakarta. Buku puisinya “Tarian Cermin” (2007) dan “Menggambar Pengantin” (2013). Adapun buku kumpulan cerpennya “Cermin” (2009) dan “Lelaki yang Ditelan Gerimis” (2014).
SUMBER: Serambi Indonesia, Minggu, 28 September 2014
SUMBER:
http://aceh.tribunnews.com/2014/09/28/jakarta-hujan